Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa

 

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa ditetapkan di Jakarta pada 13 Februari 2015 oleh Menteri Desa PDTT dan diundangkan dalam Berita Negara RI Tahun 2015 Nomor 296 pada 18 Februari 2015.

Badan Usaha Milik Desa dapat berbentuk Perseroan ataupun Lembaga Keuangan Mikro yang bertujuan untuk kesejahteraan desa, sebagaimana dalam Pasal 8 Peraturan Menteri ini tentang Bumdes.

Pasal 8

BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi:

  1. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas; dan
  2. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa berisi 35 Pasal dan 6 BAB. Pengeloaan Bumdes merupakan hal penting yang diotorisasi Kepala Desa, sebagai usaha bersama milik Desa.

Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa

Latar Belakang

Pertimbangan dalam Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, perlu menetapkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Dasar Hukum

Landasan hukum Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443);
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5394);
  4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539);
  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558);
  7. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2015 tentang Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 13);

Berikut adalah isi Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa (bukan dalam format asli):

PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK DESA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
  3. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
  4. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
  5. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
  6. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.
  7. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa.
  8. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

BAB II
PENDIRIAN BUM DESA

Pasal 2

Pendirian BUM Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.

Pasal 3

Pendirian BUM Desa bertujuan:

  1. meningkatkan perekonomian Desa;
  2. mengoptimalkan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa;
  3. meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa;
  4. mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga;
  5. menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga;
  6. membuka lapangan kerja;
  7. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan
  8. meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Pasal 4

  1. Desa dapat mendirikan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa
  2. Desa dapat mendirikan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:
    1. inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa;
    2. potensi usaha ekonomi Desa;
    3. sumberdaya alam di Desa;
    4. sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan
    5. penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

Pasal 5

  1. Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 disepakati melalui Musyawarah Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertingggal, dan Transmigrasi tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
  2. Pokok bahasan yang dibicarakan dalam Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
    1. pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat;
    2. organisasi pengelola BUM Desa;
    3. modal usaha BUM Desa; dan
    4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
  3. Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.

Pasal 6

  1. Dalam rangka kerja sama antar-Desa dan pelayanan usaha antar-Desa dapat dibentuk BUM Desa bersama yang merupakan milik 2 (dua) Desa atau lebih.
  2. Pendirian BUM Desa bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati melalui Musyawarah antar-Desa yang difasilitasi oleh badan kerja sama antar-Desa yang terdiri dari:
    1. Pemerintah Desa;
    2. anggota Badan Permusyawaratan Desa;
    3. lembaga kemasyarakatan Desa;
    4. lembaga Desa lainnya; dan
    5. tokoh masyarakat dengan mempertimbangkan keadilan gender.
  3. Ketentuan mengenai Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendirian BUM Desa bersama.
  4. BUM Desa bersama ditetapkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa tentang Pendirian BUM Desa bersama.

BAB III
PENGURUSAN DAN PENGELOLAAN BUM DESA

Bagian Kesatu
Bentuk Organisasi BUM Desa

Pasal 7

  1. BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum.
  2. Unit usaha yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat.
  3. Dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).

Pasal 8

BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi:

  1. Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas; dan
  2. Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.

Bagian Kedua
Organisasi Pengelola BUM Desa

Pasal 9

Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.

Pasal 10

  1. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari:
    1. Penasihat;
    2. Pelaksana Operasional; dan
    3. Pengawas.
  2. Penamaan susunan kepengurusan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Pasal 11

  1. Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan.
  2. Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
    1. memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
    2. memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan
    3. mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.
  3. Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
    1. meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha Desa; dan
    2. melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.

Pasal 12

  1. Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
  2. Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban:
    1. melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;
    2. menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa; dan
    3. melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.
  3. Pelaksana Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
    1. membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
    2. membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
    3. memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 13

  1. Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Pelaksana Operasional dapat menunjuk Anggota Pengurus sesuai dengan kapasitas bidang usaha, khususnya dalam mengurus pencatatan dan administrasi usaha dan fungsi operasional bidang usaha.
  2. Pelaksana Operasional dapat dibantu karyawan sesuai dengan kebutuhan dan harus disertai dengan uraian tugas berkenaan dengan tanggung jawab, pembagian peran dan aspek pembagian kerja lainnya.

Pasal 14

  1. Persyaratan menjadi Pelaksana Operasional meliputi:
    1. masyarakat Desa yang mempunyai jiwa wirausaha;
    2. berdomisili dan menetap di Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
    3. berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap usaha ekonomi Desa; dan
    4. pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK atau sederajat;
  2. Pelaksana Operasional dapat diberhentikan dengan alasan:
    1. meninggal dunia;
    2. telah selesai masa bakti sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa;
    3. mengundurkan diri;
    4. tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik sehingga menghambat perkembangan kinerja BUM Desa;
    5. terlibat kasus pidana dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pasal 15

  1. Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c mewakili kepentingan masyarakat.
  2. Susunan kepengurusan Pengawas terdiri dari:
    1. Ketua;
    2. Wakil Ketua merangkap anggota;
    3. Sekretaris merangkap anggota;
    4. Anggota.
  3. Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUM Desa sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
  4. Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk:
    1. pemilihan dan pengangkatan pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
    2. penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUM Desa; dan
    3. pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana Operasional.
  5. Masa bakti Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.

Pasal 16

Susunan kepengurusan BUM Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9dipilih oleh masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.

Bagian Ketiga
Modal BUM Desa

Pasal 17

  1. Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
  2. Modal BUM Desa terdiri atas:
    1. penyertaan modal Desa; dan
    2. penyertaan modal masyarakat Desa.

Pasal 18

  1. Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a terdiri atas:
    1. hibah dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
    2. bantuan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
    3. kerjasama usaha dari pihak swasta, lembaga sosial ekonomi kemasyarakatan dan/atau lembaga donor yang dipastikan sebagai kekayaan kolektif Desa dan disalurkan melalui mekanisme APB Desa;
    4. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Aset Desa.
  2. Penyertaan modal masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b berasal dari tabungan masyarakat dan atau simpanan masyarakat.

Bagian Keempat
Klasifikasi Jenis Usaha BUM Desa

Pasal 19

  1. BUM Desa dapat menjalankan bisnis sosial (social business) sederhana yang memberikan pelayanan umum(serving) kepada masyarakat dengan memperoleh keuntungan finansial.
  2. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memanfaatkan sumber daya lokal dan teknologi tepat guna, meliputi:
    1. air minum Desa;
    2. usaha listrik Desa;
    3. lumbung pangan; dan
    4. sumber daya lokal dan teknologi tepat guna lainnya.
  3. Ketentuan mengenai pemanfaatan sumber daya local sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Desa dan teknologi tepat guna.

Pasal 20

  1. BUM Desa dapat menjalankan bisnis penyewaan (renting) barang untuk melayani kebutuhan masyarakat Desa dan ditujukan untuk memperoleh Pendapatan Asli Desa.
  2. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kegiatan usaha penyewaan meliputi:
    1. alat transportasi;
    2. perkakas pesta;
    3. gedung pertemuan;
    4. rumah toko;
    5. tanah milik BUM Desa; dan
    6. barang sewaan lainnya.

Pasal 21

  1. BUM Desa dapat menjalankan usaha perantara (brokering) yang memberikan jasa pelayanan kepada warga.
  2. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kegiatan usaha perantara yang meliputi:
    1. jasa pembayaran listrik;
    2. pasar Desa untuk memasarkan produk yang dihasilkan masyarakat; dan
    3. jasa pelayanan lainnya.

Pasal 22

  1. BUM Desa dapat menjalankan bisnis yang berproduksi dan/atau berdagang (trading) barang-barang tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dipasarkan pada skala pasar yang lebih luas.
  2. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kegiatan perdagangan (trading) meliputi:
    1. pabrik es;
    2. pabrik asap cair;
    3. hasil pertanian;
    4. sarana produksi pertanian;
    5. sumur bekas tambang; dan
    6. kegiatan bisnis produktif lainnya.

Pasal 23

  1. BUM Desa dapat menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi Desa.
  2. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan akses kredit dan peminjaman yang mudah diakses oleh masyarakat Desa.

Pasal 24

  1. BUM Desa dapat menjalankan usaha bersama (holding) sebagai induk dari unit-unit usaha yang dikembangkan masyarakat Desa baik dalam skala lokal Desa maupun kawasan perdesaan.
  2. Unit-unit usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berdiri sendiri yang diatur dan dikelola secara sinergis oleh BUM Desa agar tumbuh menjadi usaha bersama.
  3. Unit usaha dalam BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kegiatan usaha bersama meliputi:
    1. pengembangan kapal Desa berskala besar untuk mengorganisasi nelayan kecil agar usahanya menjadi lebih ekspansif;
    2. Desa Wisata yang mengorganisir rangkaian jenis usaha dari kelompok masyarakat; dan
    3. kegiatan usaha bersama yang mengkonsolidasikan jenis usaha lokal lainnya.

Pasal 25

Strategi pengelolaan BUM Desa bersifat bertahapdengan mempertimbangkanperkembangan dari inovasi yang dilakukan oleh BUM Desa, meliputi:

  1. sosialisasi dan pembelajaran tentang BUM Desa;
  2. pelaksanaan Musyawarah Desa dengan pokok bahasan tentang BUM Desa;
  3. pendirian BUM Desa yang menjalankan bisnis sosial (social business) dan bisnis penyewaan (renting);
  4. analisis kelayakan usaha BUM Desa yang berorientasi pada usaha perantara (brokering), usaha bersama (holding), bisnis sosial (social business), bisnis keuangan (financial business) dan perdagangan (trading), bisnis penyewaan (renting) mencakup aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumberdaya manusia, aspek keuangan, aspek sosial budaya, ekonomi, politik, lingkungan usaha dan lingkungan hidup, aspek badan hukum, dan aspek perencanaan usaha;
  5. pengembangan kerjasama kemitraan strategis dalam bentuk kerjasama BUM Desa antar Desa atau kerjasama dengan pihak swasta, organisasi sosial-ekonomi kemasyarakatan, dan/atau lembaga donor;
  6. diversifikasi usaha dalam bentuk BUM Desa yang berorientasi pada bisnis keuangan (financial business) dan usaha bersama (holding).

Bagian Kelima
Alokasi Hasil Usaha BUM Desa

Pasal 26

  1. Hasil usaha BUM Desa merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil transaksi dikurangi dengan pengeluaran biaya dan kewajiban pada pihak lain, serta penyusutan atas barang-barang inventaris dalam 1 (satu) tahun buku.
  2. Pembagian hasil usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga BUM Desa.
  3. Alokasi pembagian hasil usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikelola melalui sistem akuntansi sederhana.

Bagian Keenam
Kepailitan BUM Desa

Pasal 27

  1. Kerugian yang dialami BUM Desa menjadi beban BUM Desa.
  2. Dalam hal BUM Desa tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan rugi melalui Musyawarah Desa.
  3. Unit usaha milik BUM Desa yang tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan pailit sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan.

Bagian Ketujuh
Kerjasama BUM Desa Antar-Desa

Pasal 28

  1. BUM Desa dapat melakukan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih.
  2. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten/kota.
  3. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih harus mendapat persetujuan masing-masing Pemerintah Desa.

Pasal 29

  1. Kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama.
  2. Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih paling sedikit memuat:
    1. subyek kerjasama;
    2. obyek kerjasama;
    3. jangka waktu;
    4. hak dan kewajiban;
    5. pendanaan;
    6. keadaan memaksa;
    7. pengalihan aset ; dan
    8. penyelesaian perselisihan
  3. Naskah perjanjian kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih ditetapkan oleh Pelaksana Operasional dari masing-masing BUM Desa yang bekerjasama.

Pasal 30

  1. Kegiatan kerjasama antar 2 (dua) BUM Desa atau lebih dipertanggungjawabkan kepada Desa masing-masing sebagai pemilik BUM Desa.
  2. Dalam hal kegiatan kerjasama antar unit usaha BUM Desa yang berbadan hukum diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas dan Lembaga Keuangan Mikro.

Bagian Kedelapan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan BUM Desa

Pasal 31

  1. Pelaksana Operasional melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUM Desa kepada Penasihat yang secara ex-officio dijabat oleh Kepala Desa.
  2. BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Desa dalam membina pengelolaan BUM Desa.
  3. Pemerintah Desa mempertanggungjawabkan tugas pembinaan terhadap BUM Desa kepada BPD yang disampaikan melalui Musyawarah Desa.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 32

  1. Menteri menetapkan norma, standar, prosedur dan kriteria BUM Desa.
  2. Gubernur melakukan sosialisasi, bimbingan teknis tentang standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan serta memfasilitasi akselerasi pengembangan modal dan pembinaan manajemen BUM Desa di Provinsi.
  3. Bupati/Walikota melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pengembangan manajemen dan sumber daya manusia pengelola BUM Desa.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

  1. BUM Desa atau sebutan yang telah ada sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap dapat menjalankan kegiatannya.
  2. BUM Desa atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan penyesuaian dengan ketentuan Peraturan Menteri ini paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Menteri ini berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Badan Usaha Milik Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 35

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Begitulah isi Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa, semoga memuaskan. https://bumdeswaisamar.wordpress.com/2020/07/25/permendesa-pdtt-nomor-4-tahun-2015-tentang-badan-usaha-milik-desa/

Komentar